| 0 komentar ]

gambar pornoBeberapa waktu yang lalu, muncul aturan untuk membatasi akses terhadap situs-situs porno. Kebijakan ini muncul berdasarkan adanya kekhawatiran mengenai semakin bobroknya moral bangsa akibat semakin bebasnya akses terhadap berbagai situs porno di internet.

Kelompok yang paling banyak disorot dalam hal ini adalah anak-anak dan remaja. Kebijakan ini mengundang banyak polemik. Misalnya saja Chris Panggabean (dalam kompas, Sabtu, 10 Mei 200 8) yang lebih menekankan pentingnya mekanisme self-censorship dalam diri individu dan masyarakat agar memiliki kematangan nilai dan pengetahuan. Akan tetapi kebijakan ini pada akhirnya tetap dijalankan.

Lepas dari polemik tersebut, ada beberapa temuan menarik seputar perilaku remaja di dunia maya. Sebuah survei yang dilakukan di Amerika Serikat tahun 2005 (Tancer. 2007) menemukan bahwa pada remaja usia 18-24 tahun, situs yang paling banyak dibuka ternyata bukanlah situs porno.

Survei ini menemukan bahwa situs terbanyak yang dibuka oleh para remaja adalah situs-situs jaringan sosial seperti facebook yang diikuti oleh search engine dan email. Situs porno hanya menduduki ranking keempat. Bagaimana dengan remaja kita?

Ternyata kecenderungannya tidak jauh berbeda. Dalam sebuah survei terhadap 223 remaja di Yogyakarta (Heri. 2005) ditemukan bahwa situs porno bukanlah situs yang paling banyak dibuka. Pada peringkat pertama, pada kelompok tingkat pendidikan SMA dan perguruan tinggi di semester-semester awal, para remaja kita ternyata lebih suka mengunjungi search engine dan pada peringkat selanjutnya adalah situs-situs jaringan sosial seperti friendster dan juga email; sedangkan mereka yang berada di bangku SMP paling banyak mengunjungi game online.

Berdasarkan temuan-temuan ini, yang justru kiranya lebih penting adalah mendekati remaja dengan cara-cara yang lebih humanis dan dari sisi yang berbeda. Kecenderungan yang tinggi untuk mencari kawan dan membangun jaringan sosial pada remaja yang diindikasikan dengan minat pada situs jaringan sosial, email, dan juga game online bisa menjadi informasi awal yang penting dalam memahami remaja.

Perilaku mencari kawan tidaklah buruk. Perilaku ini didasarkan pada kecenderungan manusia sebagai mahluk sosial, homo homini socius. Dengan menekankan pada diskusi dan pembimbingan yang lebih demokratis, serta tentu saja yang tidak kalah penting adalah contoh-contoh nyata, perhatian pada kecenderungan perilaku berkawan dapat membantu mendorong remaja pada perkembangan moral dan juga kepribadiannya secara lebih utuh, baik secara individual maupun saat berelasi dengan orang lain.* (kompas-online)

0 komentar

Posting Komentar